Senin, 13 Januari 2014

Kata Kata Mutiara Bijak Yang Ada Di Film 5 CM

Kata Kata Mutiara Bijak Yang Ada Di Film 5 CM berikut beberapa kata kata mutiara bijak yang ada dalam dilm 5 CM : - Dan kamu akan selalu dikenang sebagai seorang yang masih punya mimpi dan keyakinan, bukan cuma seonggok daging yang hanya punya nama. Kamu akan dikenang sebagai seorang yang percaya pada kekuatan mimpi dan mengejarnya, bukan seorang pemimpi saja, bukan orang biasa-biasa saja tanpa tujuan, mengikuti arus dan kalah oleh keadaan. Tapi seorang yang selalu percaya akan keajaban mimpi keajaiban cita-cita, dan keajaiban keyakinan manusia yang tak terkalkulasi dengan angka berapa pun… Dan kamu nggak perlu bukti apakah mimpi-mimpi itu akan terwujud nantinya karena kamu hanya harus mempercayainya. Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Dan… sehabis itu yang kamu perlu… cuma… Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak berbuat dari biasanya, mata yang akan menatap lebih banyak dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas. Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja…. Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya…. Serta mulut yang akan selalu berdoa…. Taruh mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yg kamu mau kejar Kamu taruh di sini jangan menempel di kening. Biarkan dia menggantung mengambang 5 centimeter di depan kening kamu Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Apa pun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalo kamu percaya sama keinginan itu dan kamu nggak Bisa menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apa pun itu, segala keinginan, mimpi, cita-cita, keyakinan diri Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, lapisan tekad yg seribu kali lebih keras dari baja. Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya. Serta mulut yang akan selalu berdoa kalo lo yakin sama sesuatu , lo taroh itu di sini (kening) , abis itu lo kerja keras .. semampu kamu. sumber | iniunic.blogspot.com | http://sh1ny0.blogspot.com/2012/10/kata-kata-bijak-dalam-novel-5-cm.html

Jumat, 17 Desember 2010

sandiaga Uno : Indonesia di mata pengusaha part 1-5

http://www.youtube.com/watch?v=IZFl9qLcANU

http://www.youtube.com/watch?v=IZFl9qLcANU


http://www.youtube.com/watch?v=qFJsTT1uYH0

http://www.youtube.com/watch?v=m2PxARI6oPk

http://www.youtube.com/watch?v=gavmIVuuz1U

Senin, 08 November 2010

Feny Rose Klarifikasi Soal Kontroversi Tayangan SILET

Feny Rose Klarifikasi Soal Kontroversi Tayangan SILET
Banyaknya tudingan miring yang diarahkan pada tayangan SILET, yang menganggap bahwa tayangan itu 'menyesatkan' dan menimbulkan keresahan di kalangan penikmat hiburan, membuat presenter acara infotainment yang ditayangkan di RCTI itu, Feny Rose, merasa perlu angkat bicara untuk meluruskannya.

Editor KapanLagi.com, Televisi - Sen Nov 08, 2010 20:35 WIT
Feny Rose
Feny Rose

Banyaknya tudingan miring yang diarahkan pada tayangan SILET, yang menganggap bahwa tayangan itu 'menyesatkan' dan menimbulkan keresahan di kalangan penikmat hiburan, membuat presenter acara infotainment yang ditayangkan di RCTI itu, Feny Rose, merasa perlu angkat bicara untuk meluruskannya.

Dalam sebuah press release yang diterima para wartawan, Feny menyampaikan klarifikasi pribadi sekaligus permohonan maaf pada semua pihak yang merasa 'tersakiti' oleh tayangan SILET pada tanggal 7 November kemarin.

Berikut isi dari press release yang disampaikan oleh Feny Rose :

'Saya Feny Rose, secara pribadi hari ini ingin meluruskan pesan-pesan berantai yang beredar luas dan menyebutkan Feny Rose memberikan statement bahwa 'Yogyakarta adalah kota malapetaka'. Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati pertama-tama saya ingin mengucapkan rasa simpati dan duka cita yang mendalam kepada para korban bencana di Merapi, juga kepada masyarakat Yogyakarta, dan sekitarnya, serta Jawa Tengah yang tengah berduka dan diliputi perasaan cemas. Semoga selalu diberi kekuatan dan semoga keadaan kembali menjadi aman.

Saya menyesalkan beredarnya SMS, BBM (BlackBerry Messenger), Twitter berantai mengenai diri saya yang telah meresahkan dan mencederai hati khususnya warga Yogya dan sekitarnya. Namun dalam kesempatan ini saya ingin meluruskan beberapa hal.

Saya adalah presenter program infotainment SILET yang menjalankan peran murni sebagai presenter yang bekerja berdasarkan naskah yang sudah disiapkan. Dalam tayangan SILET 7 November 2010, saya tidak pernah membacakan naskah apalagi membuat pernyataan bahwa 'Yogyakarta adalah kota malapetaka'.

Dalam tayangan SILET 7 November 2010, naskah presenter yang saya bacakan antara lain berbunyi: 'Puncak letusan Merapi kabarnya akan terjadi hari ini hingga esok hari pada bulan baru yang jatuh pada tanggal 8 November. Ahli LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) selalu mencatat hampir semua letusan dan guncangan gempa muncul pada bulan baru. Lantas apa yang akan terjadi dengan Yogyakarta? Mungkinkah Yogyakarta, kota budaya yang elok akan tergolek lemah tak berdaya? Benarkah Yogya yang dalam banyak lagu digambarkan begitu indah akan berubah menjadi penuh malapetaka?'

Dalam menjalankan pekerjaan saya, apabila ada naskah yang dirasa sensitif, saya memberikan saran dan masukan. Namun atas segala ekses yang terjadi akibat pesan berantai tentang diri saya dengan isi pesan yang kurang tepat, yang telah mencederai dan melukai perasaan warga Yogya dan sekitarnya, saya meminta maaf yang sedalam-dalamnya.

Tidak ada niat sedikitpun di hati saya untuk mencederai, melukai hati, menyinggung perasaan dan meresahkan warga Yogya dan sekitarnya. Atas segala kejadian yang tidak mengenakan semua pihak termasuk diri saya sendiri, saya memutuskan untuk beristirahat dari kegiatan presenter SILET untuk bisa mengintrospeksi diri.

Semoga Allah selalu melindungi kita semua, Amien.'

Minggu, 17 Januari 2010

Jusuf Kalla : Saya Jual Departemen Pertanian “SAYA JUAL DEPARTEMEN PERTANIAN”

baca berita ini coba!!!!!!!!!!!!!!!

wah, dulu belum swaswmbada beras, begitu digertak, baru deh bisa swasembada lageee....kayaknya orang indonesia harus digertak dulu apa yah, biar tambah maju.....!!!!!
:D..:D..:D

10 November 2008
Jusuf Kalla : Saya Jual Departemen Pertanian

“SAYA JUAL DEPARTEMEN PERTANIAN”

Sekarang ini, jangan berpikir perluasan, tetapi meningkatkan produktivitas.

Krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat memicu krisis ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Lantas, bagaimana sebenarnya pandangan pemerintah, terutama untuk bidang agribisnis, dalam menghadapi krisis ini? Untuk itulah Tim Tabloid Agribisnis AGRINA mewawancarai Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia, di Istana Wakil Presiden RI, Jakarta, Rabu siang, 22 Oktober 2008.

Berbincang-bincang dengan Ketua Umum Partai Golkar ini memang mengasyikkan. Sebenarnya, waktu yang dialokasikan untuk wawancara khusus ini sekitar setengah jam. Tetapi karena kelahiran Watampone, 15 Mei 1942, ini sangat menguasai dunia agribisnis, jangan heran, kalau akhirnya wawancara hampir mencapai satu jam. Berikut petikannya.

Bagaimana kebijakan di bidang agribisnis untuk mengantisipasi krisis ini?

Ya, dari segi agribisnis tidak banyak yang spesifik. Kebijakannya sama, bagaimana meningkatkan produktivitas, meningkatkan nilainya, memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan meningkatkan ekspor. (Sekarang) ini, jangan berpikir perluasan, (tapi) meningkatkan produktivitas. Bibit diperbaiki, pupuk tersedia pada waktunya, dan latih petani. Tahap kedua, perbaiki pengairan. Mulai tahun ini anggaran pengairan lebih besar. Dan, tentunya pasar, karena petani kita sangat peka pasar. Kalau itu diperbaiki, pangan kita bisa ekspor tahun depan. Kebijakan umum itu sudah berjalan sehingga kita terhindar dari krisis pangan.

Berarti tidak ada kebijakan khusus, padahal sekarang demand turun?

Sebenarnya, karena policy sudah berjalan baik. Yang terjadi sekarang, demand turun. Daya beli di Amerika, daya beli di Eropa, dan daya beli di dalam negeri menurun. Sekarang itu ada positif-negatifnya. Katakanlah minyak goreng. Akibat kebutuhan turun, (harga) sawit turun. Hal ini menyebabkan dua hal: ekspor turun dan harga minyak goreng di dalam negeri turun. Kalau itu faktornya, bagaimana meningkatkan kembali pasar itu.

Bukankah penurunan kebutuhan sawit ini menyebabkan harga sawit petani turun?

Untuk sawit, kita pengekspor terbesar. Demand turun, harga turun, petani kalah. Maka, bagaimana menaikkan demand itu. Saya yakin, harga (CPO atau crude palm oil) akan naik lagi. Kenapa? Karena kalau harga minyak mentah dunia turun, maka konversi biodiesel (dari CPO) atau bioetanol dari jagung dan gula pasti turun. Kalau itu menurun, harga minyak mentah akan naik lagi, negara-negara menggenjot produksi, harga CPO naik lagi.

Lantas, bagaimana dengan mandatory 5% (kewajiban membeli CPO dan lain-lain untuk biodiesel dan bioetanol)?

Malah rencananya akan kita naikkan jadi 10%. Lagi kita persiapkan dia punya pabriknya, baru tiga. Itu tahap pertama. Tapi (tahap kedua) proses blending-nya di mana yang baik, apa di pengolahan Pertamina. Blending ini perlu dengan baik supaya tidak merusak kendaraan. Saya suruh tiga bulan untuk memperbaiki itu.

Dengan kebijakan mandatory tersebut berarti menciptakan demand untuk CPO?

Ya, otomatis harga (tandan buah segar atau TBS sawit) di tingkat petani akan naik. Maka saya katakan tadi, biodiesel ini akan naik, kita mengurangi impor (BBM). Yang sekarang kita hitung, berapa harga pokok mereka, dengan harga sekarang US$600–US$700 (per ton CPO), sehingga kita bisa bersaing dengan minyak mentah tanpa subsidi. Saya bilang, mandatory-nya naikkan aja sampai 10%. Tetapi, kemampuan teknisnya bisa nggak?

Lantas, bagaimana dengan pasar ekspor produk-produk perikanan seperti udang?

Ya, otomatis harga udang akan turun. (Ekspor) perikanan kita lebih banyak ke Jepang. Walaupun dalam keadaan krisis apapun, makanan ini tidak banyak berubah, itu adalah penurunan terakhir. Kalau Anda penghasilan turun, maka Anda turunkan biaya holiday, biaya luxury, mengurangi mengecat rumah, mengurangi membeli elektronik, tapi Anda tidak akan mengurangi makanan duluan.

Bukankah dengan penurunan demand di Amerika Serikat dan Eropa, negara-negara yang tadinya mengekspor ke sana, akan mengalihkan pasarnya ke Indonesia dengan harga dumping atau masuk secara ilegal?

Itu dumping bukan dari Amerika. Bisa dumping dari China. Tapi China tidak murah lagi. China itu bukan dari makanan, murahnya dari industri. Kalau dari segi makanan saya kira, memang seasonal. Mungkin pada saat sebelum krisis ini, stok banyak. Tiba-tiba terjadi penurunan, dia masih memakai stok yang ada.

Bagaimana dengan bidang hortikultura, banyak buah-buahan dari luar negeri yang menyerbu pasar Indonesia?

Itu kalau 10 tahun lalu, ya. Sekarang sebenarnya jauh lebih banyak dalam negeri. Dulu kita impor lengkeng, sekarang dalam negeri semuanya. Paling yang kita impor yang nggak bisa tumbuh di dalam negeri, seperti anggur, pir, tapi berapa sih konsumsinya. Jadi, dari statistik, impor buah-buahan itu tidak besar. Orang kembali ke (buah) lokal. Tetapi, supaya laku di pasar, tetap pakai Monthong, pepaya Bangkok, padahal nggak ada lagi dari Bangkoknya. Itu yang saya katakan, dibikinnya di Bogor, dikasih cap Bangkok.

Bukankah lebih baik dengan merek-merek lokal?

Pelan-pelan aja. Kalau laku dengan kata-kata jambu Bangkok, apa urusannya nama, biarlah supaya harganya baik. Begitu Anda mengatakan jambu Cirebon, nggak laku? Artinya tergantung petani. Sekarang ini kita kekurangan selected quality, ya. Kalau di luar negeri, jeruknya kuning-kuning, kita bintik-bintik. Itu perlu diperbaiki. Untuk mangga, saya lihat, mulai bagus, mangga gincunya kelihatan, sudah mulai peningkatan mutulah.

Bagaimana dengan program peningkatan konsumsi protein hewani, seperti ayam, telur, dan daging, yang masih rendah dibanding negara-negara lain?

Saya kira, ayam ini cukup. Saya kunjungi daerah-daerah. Ini kemaren terpengaruh karena harga jagung (salah satu bahan baku pakan), naik Rp3.000 (per kg), otomatis harga tinggi. Tapi di Indonesia ini, kebiasaan makan ini susah dirubah tanpa perubahan pendapatan. Kalau pendapatan masyarakat, sebenarnya sudah berubah. Lihat saja impor daging, setara 400.000 ekor (sapi bakalan). Makanya saya bikin program satu juta ekor dengan cara membentuk 300 pembibitan. Setelah kita teliti ke Banten, nggak baik, karena nggak efisien. Bikin pembibitan harus di dekat perkebunan, katakanlah di dekat kebun sawit.

Bagaimana dengan perubahan kebiasaan makan? Kalau benar pendapatannya sudah bagus, mestinya konsumsi protein hewani lebih tinggi?

Di sinilah kita perlukan kampanye bersama. Itu kembali ke empat sehat lima sempurna. Tapi dengan berbeda-beda cara. Kampanye yang dulu salah, itu dasarnya konsumsi di Jawa. Di Sulawesi lain lagi, empat sehat lima sempurna itu. Kalau di sini daging, di tempat lain ikan. Kampanyenya salah itu dulu. Harus sesuai kebiasaan masing-masing.

Apa perlu menteri peningkatan produksi dan konsumsi dalam negeri seperti dulu?

Sebenarnya, waktu itu, menteri itu tidak bikin apa-apa. Hanya membikin regulasi. Kalau regulasi cukup di Menteri Perdagangan. Kampanye, juga soal regulasi. Regulasi sudah terlalu banyak. Sekarang yang diperlukan adalah peningkatan produktivitas dalam negeri.

Pupuk sangat penting dalam peningkatan produktivitas. Tapi kelangkaan pupuk itu sudah klasik?

Bukan klasik, memang itu masalahnya sejak dulu. Kenapa terjadi masalah pupuk? Pabrik kita tidak berkurang, tapi kebutuhannya yang naik. Katakanlah padi, dari 50 juta ton menjadi 60 juta ton. Naik 10 juta ton. Dari produktivitas 4,8 ton (per ha) sekarang di atas 5 (ton per ha). Berapa sawit dulu, sekarang nomor satu di dunia, berapa pupuk yang diperlukan. Produksi naik, secara simetris, pupuk naik, kita nggak nambah pabrik. Pabrik sudah tua. Jadi perlu revitalisasi pabrik pupuk. Yang tua-tua itu ganti dengan yang baru.

Berarti perlu prediksi permintaan yang tepat supaya tidak stag seperti sekarang ini?

Ya. Sekian tahun yang lalu, nggak berpikir jangka panjang. Tidak ada yang berani bikin revitalisasi industri ini. Sekarang ini untuk menghasilkan satu ton pupuk urea masih memakai 35 MMBTU gas, karena pakai teknologi 1960-an, 1970-an. Tidak efisien, akhirnya subsidinya besar sekali. Pabrik yang efisien itu 25 MMBTU gas. Harus ganti semua itu (pabrik pupuk) supaya harga pupuknya lebih murah. Biayanya US$6 miliar.

Dari mana sumber pendanaan merevitalisasi pabrik pupuk ini?

Nggak perlu keluar duit. Saya panggil perusahaan Jepang, kau mau gas nggak? Oke, tahun depan saya kasih gas. Dari mana, ya, penghematan dari pupuk ini. Kalau tadinya pakai 35 (MMBTU gas), sekarang, 25 (MMBTU gas) berarti ada penghematan 10 (MMBTU gas). Kita (produksi pupuk) ada 6 juta ton, berarti ada (penghematan) 60 juta MMBTU. Itu saja kita biarin untuk cicil pabrik baru tadi. Simple. Tanpa itu, kita kedodoran terus.

Harapan itu bisa terealisir sampai berjalan, butuh berapa tahun?

Kira-kira tiga tahun, karena sudah ada infrastrukturnya. Seperti Pusri, pabrik baru dibangun, yang lama dimatikan saja, jadikan cadangan. Kalau ada yang rusak bisa jalan lagi. Saya ke Kaltim, saya ke Gresik. Baru tiga pabrik yang di 25 MMBTU, yaitu yang di Cikampek sini, satu di Gresik. Jadi berbeda-beda.

Baiklah, dalam kondisi sekarang ini pangan cukup penting, terutama beras. Pemerintah bisa jatuh gara-gara beras. Bagaimana ketersediaan beras (padi)?

Negeri ini besar, masih impor (beras). Tahun depan (maksudnya tahun 2008) nggak boleh (impor beras). Naikkan produksi padi dua juta ton. Saya kumpulkan semua eselon I dan II (Departemen Pertanian), pokoknya tahun depan (maksudnya tahun 2008) kalau tidak (berhasil swasembada), saya jual kantor Departemen Pertanian ini. Tidak ada kantor Departemen Pertanian di seluruh dunia sebesar ini, kata saya. Ha...ha..ha. Syok semua. Begitu gagal tidak swasembada tahun 2008, kantormu saya kontrakkan, saya jual setengah.

Lantas, apa yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi padi?

Ini masalah bibit. Mana ahli bibit, saya minta kau bikin yang bagus. Kasih uang Rp 1 triliun, bibit gratis. (Mereka bilang), tapi susah Pak, nanti Polisi dan Kejaksaan Agung tangkapi kita karena nggak tender. Beri aja surat. Ini surat, kau nggak usah tender. Saya panggil Polisi dan Jaksa Agung, awas kalau kau tangkap ini orang, ini perintah saya. Jaksa mau tangkap (karena nggak tender) gak. Kalau kau tangkap, saya yang tangkap kau.

Apakah petugas-petugas pemerintah harus “ditekan” seperti itu supaya berhasil?

Ha..ha..ha. Ya, harus dibegitukan. Insya Allah kita swasembada tahun ini. Laporan terakhir, ARAM (Angka Ramalan) III sudah 60,5 juta ton (Gabah Kering Giling atau GKG). Cukuplah kita untuk swasembada. Kita surplus 3 juta-an. Kita tidak mengimpor (beras) satu ton pun tahun ini. Itulah ukuran swasembada. Tahun depan bisa ekspor. Coba, kita lihat tetangga, ribut krisis pangan, kita tenang-tenang. Sederhana. Negeri ini makmur.

Kalau dengan Bapak, sepertinya gampang, mudah, dan bisa, itu yang orang suka?

Ha...ha...ha. Saya nggak punya ilmu tinggi-tinggi. Saya nggak tahu teknisnya, tapi saya tahu prinsipnya. Ini logik saja. Kasih bibit (atau benih), dikontrol. Bibit nggak bisa dicuri, kalaupun dicuri nggak apa-apa, karena ditanam sendiri, jadi bagus. Nggak ada yang makan bibit. Dulu saya ke China, kita impor dulu (benih padi hibrida). Tommy Winata ikut, jangan lihat dia masa lalu, lihat masa depan. Lama-lama bisa bikin bibit (benih) sendiri.

Tapi, bibit atau benih ini masih banyak yang berasal dari luar negeri?

Tahap awal, ya. Tapi itu tergantung, seperti beras. Setelah mengimpor beberapa puluh ton, (sekarang) hampir semua di dalam negeri. Kita lihat penelitian beras di Sukamandi (BB Padi), seperti Maro. Saya berkunjung ke Jawa Timur seperti BISI (International), Monsanto, di tempatnya Charoen Pokphand, semua di dalam negeri.

Untuk menghasilkan bibit atau benih unggul, perlu dukungan lembaga penelitian?

Kita lihat penelitian beras (padi) di Sukamandi, ada Maro. Tapi, selama ini kurang diperhatikan. Ada penelitian gula di Pasuruan, aduuuh, saya marah betul dengan cara orang mengelola penelitian. Alamaak, labnya. Debunya. Penelitiannya tiga tahun yang lalu. Saya diperlihatkan bagan pabrik gula tahun 1960-an, 1970-an. Ini museum, ya. Saya tidak datang untuk melihat museum. Di Makassar, ada kepala penelitian, nggak tahu letak labnya. Kalau saya kepala di sini, hari kedua saya sudah tahu di mana labnya. Mana log book? Kau nggak bikin apa-apa. Yang pertama kali saya lihat, log book-nya. Ha..ha..ha.

Bukankah itu problem semua lembaga penelitian milik pemerintah?

Oh, ya. Berapa banyak doktor di lembaga penelitian kita, ada sekian-sekian. Tapi di Kediri, yang Charoen Pokphand, hanya dua atau tiga, tapi (hasilnya) bermacam-macam, bagus sekali. Nggak apa-apa. Di pemerintah seperti BLU (Badan Layanan Umum), kalau untung dapatlah you insentif, seperti karet di Sumatera Selatan dan sawit di Sumatera Utara.

Apa keberhasilan Bapak berkat pengalaman di swasta dan punya uang banyak?

Dulu juga banyak uang, tapi dipakai macam-macam. Tergantung kita targetnya apa dan bagaimana mencapainya. ‘Kan tidak susah. Cuma didorong aja. Ya, pengalaman saya waktu swasta, juga penting, tapi, cara mengetahui apa yang terjadi, tidak dengan laporan begitu aja.

Kalau semua punya etos seperti Bapak, bisa tambah bagus lagi?

Oh, ya. Saya ke Sulawesi Selatan, cokelat turun. Saya lihat kebunnya, alaamaak, virusnya. Tebang-tebang! Ganti semua bibitnya dengan yang baru. Berapa ongkosnya, Rp1 triliun. Saya kasih kau Rp1 triliun. Bagaimana caranya? Kasih dia bibit jagung. Jagung diurus selama setahun atau dua tahun. Kasih dia raskin supaya dapat beras. Dia hidup dari raskin dan hidup dari bibit jagung. Dua tahun atau tiga tahun, kembali (bagus) cokelat. Jalan...

Bapak sungguh serius, sampai-sampai pernah mempertaruhkan Partai Golkar?

Saya pernah taruhan. Saya ke pabrik gula di Subang, ketemu asosiasi (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia atau APTRI). Saya bilang, naikkan produktivitas, rendemen harus sekian. Bibit minta Menteri Pertanian. Pak Wapres, sudah lama seperti itu. Apa jaminannya berhasil. Nggak pernah jalan. Wah, saya tersinggung. Hei, jaminannya begini, kalau gagal, jangan pilih partai saya, kan tahu Golkar, jangan kau pilih. Tapi, jangan pula pilih PKS, ada menterinya. Tapi, kalau berhasil, kau pilih aku. Saya pertaruhkan Partai.

Hasilnya?

Delapan bulan kemudian saya lihat dengan rute yang sama. Ketemu Wahid (Abdul Wahid, Ketua Umum APTRI). Gimana? Turun atau naik kau punya produksi? Naik. Pabrikmu sudah bagus? Sudah baik Pak. Baru kasih Rp 3 triliun sudah naik. Nah, bagaimana, dulu janji kau apa? Ha...ha. ‘Kan taruhan. Ya, Pak, Bapak yang menang.

Wah, kalau begitu, semua petani tebu harus pilih Partai Golkar, dong?

Ha...ha...ha. Itu saya mau membuktikan, betapa seriusnya.

Tapi, beberapa waktu lalu, petani tebu membakar tebu, gara-gara gula rafinasi?

Ah, itu simbolis saja mereka. Mereka pingin Rp5.000 (per kg), susahnya harga gula di luar negeri turun. Kalau tidak ada (gula) rafinasi, Coca Cola atau apalah, nggak bagus juga kalau kemahalan. Ini ‘kan bagaimana mengharmonisasikan. Raw sugar, masuk ke rafinasi.



Tim Pewawancara:

Syatrya Utama, Peni S. Palupi, Adji Sudomo, Krus Haryanto, Fitri N. Poernomo, A. Dawami.

Minggu, 14 Juni 2009

Kedaulatan atas Migas masih minim

Kedaulatan atas Migas masih minim

Writer :Business
Publisher :bisnis Indonesia
Updated :28.08.2008 00:00

bisnis Indonesia
Kedaulatan atas migas masih minim

Meski sudah merdeka 63 tahun, kedaulatan negara dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya di sektor energi dan mineral, masih minim.

Akibatnya, sektor ini tidak dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kondisi ini ditunjukkan oleh sedikitnya dua hal.

Pertama, bangsa ini tidak bisa menikmati harga minyak men tah dunia yang melambung tinggi. Padahal, kita merupakan salah satu produsen migas, bahkan sebelumnya sempat menjadi negara pengekspor.

Ketika harga minyak dunia mencapai level tertinggi, yaitu US$147,02 per barel, sekitar medio Juli 2008, negeri ini justru mengalami kesulitan. Ini karena pada harga US$126 per barel saja, subsidi BBM dalam APBN-P 2008 membengkak menjadi Rp190 triliun.

Membengkaknya subsidi itu merupakan beban berat di tengah kesulitan keuangan negara. Untuk menguranginya, pemerintah menaikkan harga BBM (premium, solar, minyak tanah) rata-rata 28,7% yang berlaku pada 24 Mei 2008.

Masalahnya menjadi makin serius tidak hanya karena harga BBM yang tinggi, tetapi juga pasoknya yang sempat langka, bahkan di daerah penghasil migas sekalipun. Kondisi ini terjadi bersamaan dengan kelangkaan pasokan listrik dan gas elpiji di sejumlah daerah.

Apa yang dialami sektor energi ini sesungguhnya merupakan ironi yang sangat besar bagi Indonesia. Betapa tidak! Negeri ini memiliki berbagai sumber energi, selain migas, yang beragam, yaitu batu bara, tenaga air, panas bumi, dan biomassa.

Kedua, kendati memiliki berbagai sumber energi yang beragam dan banyak, Indonesia tetap saja tergolong negara berkembang.

Sebagai salah satu dari 10 produsen gas bumi terbesar dunia, Indonesia memiliki cadangan terbukti dan cadangan potensial 170 triliun kaki kubik-180 triliun kaki kubik (TCF).

Dengan konsumsi sekitar 2,693 TCF per tahun pada 2007, deposit itu diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan energi nasional sedikitnya 60 tahun mendatang.

Produksi gas mencapai 2,783 TCF pada 2007. Dari jumlah ini, sebagian besar diolah menjadi LNG dan LPG/elpiji, selebihnya untuk pembangkit listrik dan industri petrokimia.

Oleh karena itu, konsumsi energi sudah saatnya dialihkan dari minyak ke gas bumi, batu bara, tenaga air, panas bumi, dan biomassa.

Cadangan batu bara yang ada, sekitar 50 miliar ton (3% dari potensi dunia), diperkirakan dapat digunakan hingga sedikitnya 150 tahun ke depan.

Cadangan panas bumi 27.000 MW (40% potensi dunia) dan tenaga air 75.000 MW (0,02% potensi dunia).

Deposit keempat jenis sumber energi ini jauh lebih besar daripada minyak, yang diperkirakan habis sekitar 15 tahun lagi bila tidak ada eksplorasi baru. Negeri ini memiliki cadangan minyak sekitar 9,7 miliar barel, yang sekitar 4,7 miliar barel merupakan cadangan terbukti.

Lifting energi

Tahun ini, lifting minyak mentah sekitar 927.000 barel per hari (bph), turun dari 950.000 bph pada 2005. Padahal, pada 2003 lifting minyak sekitar 1,3 juta bph, bahkan pada 1995 sempat mencapai 1,5 juta bph.

Lifting minyak terus menurun, sebaliknya lifting energi terus meningkat, yang kini mencapai 4,427 juta bph setara minyak mentah.

Pertanyaannya, cadangan sumber energi itu sebenarnya milik siapa? Berdasarkan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 (naskah asli), deposit itu milik negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Karena milik negara, pemerintah lalu mengundang perusahaan asing. Kebijakan ini dapat dipahami mengingat saat itu, terutama pada era Orde Lama dan Orde Baru, Indonesia memiliki keterbatasan dalam hal modal, teknologi, SDM yang bermutu, dan pengetahuan mengenai teknik penggunaan sarana pasar modal.

Maka masuklah perusahaan asing di bidang migas dan mineral, a.l. Caltex, Stanvac, BPM/Shell, Gas Unie, Biliton, Mobil Oil (sekarang ExxonMobil), Beyond Petroleum (sebelumnya British Petroleum), Freeport McMoRan, dan Newmont. Masuk pula perusahaan asing di sektor pertanian, pengolahan dan perdagangan hasil pertanian seperti Onderneming, Borseuhmij Wehri, Lindeteves, Hagemeijer, Unilever, dan Phillips.

Upaya menarik investasi kemudian dilegitimasi oleh kehadiran UU No. 1/1967 tentang PMA dan UU No. 6/ 1968 tentang PMDN. Kedua UU ini kemudian direvisi menjadi UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal.

Berbagai perusahaan asing tersebut diwajibkan pemerintah saat itu untuk membangun industri pengolahan minyak di Plaju, Sungai Gerong, Balikpapan, Lirik, dan Pendopo.

Sementara itu, perusahaan asing di sektor pertanian dan perdagangan dinasionalisasi menjadi BUMN, seperti Perusahaan Negara Perkebunan (lalu menjadi PT Perkebunan dan selanjutnya menjadi PTPN), PT Pantja Niaga, PT Dharma Niaga, dan PT Tjipta Niaga.

Sejumlah perusahaan asing itu berkembang pesat, bahkan ada yang menjadi raksasa. Dengan laba yang begitu besar, kapitalisasi pasar ExxonMobil dan Freeport McMoRan, misalnya, menjadi berlipat ganda. Posisi ini membuat mereka makin mudah menerbitkan obligasi/menggelar initial public offering (IPO) atau memperoleh kredit dari perbankan dengan mengagunkan cadangan migas dan mineral negeri ini.

Tindakan ini dibolehkan. Apalagi perusahaan asing itu telah memperoleh hak pengelolaan migas dan mineral dari pemerintah. Hak ini memiliki nilai strategis yang dapat memperbesar skala usaha mereka.

Dalam memperoleh kredit, perusahaan asing seharusnya tidak diperbolehkan mengagunkan seluruh deposit migas dan mineral yang ada. Besarnya agunan itu seharusnya disesuaikan dengan bagi hasil yang merupakan bagian dari perusahaan asing atau mitra lokal tersebut, yaitu 15% untuk minyak dan 35% untuk gas.

Kedaulatan minim

Namun, tidak demikian halnya dengan negeri ini, yang tidak bisa langsung mengelola deposit itu kecuali menguasakannya kepada perusahaan negara atau swasta. Maka didirikan BUMN, seperti PT Pertamina untuk mengelola migas sebagai warisan dari Shell, PT Tambang Batubara Bukit Asam untuk batu bara, PT Tambang Timah untuk timah.

Ini menunjukkan betapa minimnya kedaulatan negara atas pengelolaan migas dan mineral. Padahal, jika kedaulatan itu cukup besar, kita tidak perlu lagi mengandalkan kontrak production sharing guna memperoleh pendapatan dan keuntungan dalam jumlah besar.

Sebagai contoh, dengan lifting migas 2,427 juta bph setara minyak mentah dan harga minyak US$125 per barel, diperoleh pendapatan sehari sekitar US$303,375 juta atau setahun US$109,215 miliar. Setelah dikurangi biaya eksplorasi (termasuk cost recovery) 25% dan pajak 35% diperoleh laba bersih US$53.242.312.500.

Negara bahkan bisa memperoleh dana untuk mengembangan sektor migas dan membiayai pembangunan dengan menggelar IPO. Bila sekitar 20% dilepas di bursa saham, dengan price earning sekitar 20 kali, nilainya mencapai US$212.296.925.000.

Untuk memperlancar proses dan meminimalkan munculnya protes keras, dikeluarkan sekitar 4% dari total dana hasil IPO, senilai US$8.491.877.000. Dana ini termasuk untuk membayar fee underwriter, proses politik di DPR, sosialisasi, dan publikasi di media massa.

Keuntungan negara makin besar apabila harga migas dunia terus meningkat.

Minimnya kedaulatan negara tersebut merupakan masalah penting yang harus segera dipecahkan. Oleh karena itu, Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, perlu diubah.

Di sisi lain, ada preseden dari gerakan nasionalisasi perusahaan migas di Amerika Latin. Maka pengalaman Venezuela dan Bolivia, misalnya, mungkin perlu dipertimbangkan untuk dijadikan model di negeri ini.

Apakah dengan begitu kita menjual hak dan aset negara? Bukankah Pertamina milik negara dan otomatis milik rakyat?

Bukankah dengan listing di pasar modal dan menjual saham kepada publik 15%-20%, efeknya akan sama seperti sistem kontrak 'bagi hasil' yang kita terapkan dalam pengelolaan migas bersama perusahaan asing atau mitra lokal?

Tidakkah kita dapat melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Freeport dan PT Bumi Resources Tbk, di mana pemegang sahamnya menjadi orang terkaya di dunia karena mereka pandai dan mempergunakan sarana pasar modal?

Oleh Peter F. Gontha
Komisaris PT Satmarindo

Interview dengan Bisnis Indonesia perihal penjualan SCTV pada P.T.Bhakti Investama

Interview Peter F gontha , tentang Panejualan SCTV pada P.T. Bhati Investama, diambil dari gontha.com

Interview dengan Bisnis Indonesia perihal penjualan SCTV pada P.T.Bhakti Investama

Writer :questions : Bisnis Indonesia, Answer by Peter F. Gontha
Publisher :Gontha.com
Updated :4.12.2000 00:00

Gontha.com
Saudara Meta Yth.

Saya pikir sebaiknya saya jawab saja perytanyaan anda. Jawabannya telah saya sampaikan kepada Pak Hari juga. Saya telah meminta komentar Pak Hari dan dibawah adalah jawaban yang lengkap termasuk jawaban Pak Hari yang saya perbaiki menurut faktanya. Pak Hari bisa saja tidak menyetujui penjelasan kami namun kami persilahkan ditanya langsung saja.
Yth.Bp. Peter Gontha,

Melalui e-mail ini terdapat beberapa hal yang ingin saya konfirmasikan, sehubungan adanya beberapa keterangan yang diberikan Bp.Hary Tanosoedibjo atas rencana pembelian saham SCTV.

1. Dari obligasi yang dikeluarkan Datakom senilai US$260 juta, Bp. Hary mengatakan Bhakti telah bersedia membeli obligasi tersebut sebesar US$20 sen sehingga totalnya mencapai US$56 juta. Hanya disebutkan, belum semua pemilik obligasi mau menjual obligasi itu kepada Bhakti dengan harga tersebut. Apakah hal ini benar dan bagaimana sesungguhnya proses yang telah disepakati sejauh ini? Datakom sendiri apakah telah menyepakati sebelumnya tentang hal ini?

jawaban kami:

Untuk pertama kali saya mendengar bahwa Pak Hary, (Bhakti) yang akan membeli obligasi kita. Menurut saya tidak benar. Bahkti hanya membeli saham Datakom di SCTV, lainnya tidak ada. Ini justru yang saya tawarkan, bahwa Bhakti boleh membeli bond kita ditukar dengan saham SCTV. Tapi Bhakti tidak setuju, mereka tidak bersedia menjamin untuk membeli semua, sehingga kita menunjuk sebuah lembaga perantara untuk berhubungan dengan para Bondholder. Namun demikian Datakom yang akan membeli kembali sendiri, dan akan menanggung sendiri "HOLD-OUT" kalau ada. Tapi kalau Bhakti memang mau membeli semuanya dengan harga $20 cent...saya hanya dapat mengatakan Puji Tuhan, Alhammdullilah. Mohon konfirmasikan lagi saja dengan Pak Hari. Yang sebenarnya terjadi bahwa Bhakti menyediakan dana USD45 juta untuk pembelian saham SCTV milik Datakom dan CB SCTV (hutang SCTV kepada sebuah perusahaan afiliasi Datakom) yang menurut Bhakti dananya dapat dicairkan setiap saat. Dana ini ditambah dengan dana internal Datakom akan dipakai oleh Datakom untuk membeli kembali obligasi Datakom dan pembayaran sebagian hutang Datakom/afiliasi Datakom kepada BPPN.

Perlu saya tambahkan bukan $ 56 juta tapi hanya $ 45 juta. Sekarang keuntungan SCTV mencapai diatas $20.000.000 per tahun. Jadi dengan PE hanya 12 saja harga kapitalisasi SCTV mungking US$ 240.000.000 Bagian kita adalah effective 51%, jadi sebetulnya harganya harusnya US$120.000.000 tapi Bhakti hanya membayar US$ 45.000.000. Bagi kita tidak apa apa asalakan dapat membayar Hutang.

Namun demikian hal ini hanya dapat dilaksanakan setelah para pemegang obligasi tersebut, termasuk BPPN, memberikan persetujuan mengingat saham SCTV dan Tagihan Datakom pada SCTV sebesar US$ 20.000.000 (MCB) masih dalam status jaminan. Disamping itu Bhakti juga harusnya membayara pihak adviser (AFP) yang membantu pelaksanaan tersebut diatas sebesar USD450,000 plus semua biaya penasehat hukum. Ternyata samapai sekarang fee sebahagian fee tersebut kami bayar sendiri. Sebagai kompensasinya, Bhakti akan memperoleh saham SCTV yang dimiliki oleh Datakom dan CB SCTV.

2. Kemarin, Bapak menyebutkan bahwa sebelum ini Bhakti telah menyatakan akan menebus obligasi itu dengan menyerahkan saham AGIS, namun tidak terealisasi hingga saat ini. Berapa total nilai saham AGIS yang dijanjikan?

Jawaban Kami:

Total saham Agis yang dijanjikan adalah senilai US$ 60.000.000, namun alasan dari Bhakti adalah bahwa pelaksanaannya harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan antara lain dari bondholder dan BBPN selaku kreditur Datakom dan afiliasi Datakom (MTI) yang sampai saat ini masih belum diperoleh. Namun sebenarnya waktu yang diajukan Bhakti terlalu seingkat dan menurut Bapapeam harus dilakukan sesuai tutup Buku satu tanggal tertentu, Bhakti sebelumnya menjanjikan bahwa mereka akan mengurus segala sesuatu dengan Para pemegang Obligasi Datakom dan BPPN , dengan persentasi dan road show tapi itu tidak terlaksana. Kami hanya berpatok pada tanggal yang diajukan Bhakti. Memang AGIS adalah perusahaan publik dan dalam melakukan akuisisi dan right issue, kesepakatan-kesepakatan dengan para pihak, termasuk dengan para kreditur harus terlebih dahulu diperoleh sebelum dapat menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM, tapi sesuai perjanjian ini adalah tanggung jawab Bhakti.

3. Bapak juga menyebutkan pada prinsipnya akan menjual seluruh kepemilikan saham Datakom di SCTV. Apakah hal ini akan tetap dilakukan meski sengketa komposisi saham SCTV paska RUPSLB belum tuntas?

jawaban kami:

Ini kita lakukan untuk membayar Hutang, jadi kalau dealnya tepat dan pas, dan juga meringankan perusahaan dari Hutang, maka kenapa tidak? Tetapi Transasksi-nya harus jelas dan menguntungkun semua pihak. Kita kan berhutang kepada Kreditur dan Negara melalui BPPN, Kita lahir tanpa sesuatu, kalau pun kita harus menjual atau kehilangan sesuatu untuk meringakan beban Negara mengapa tidak meskipun perushaan atau Assets tersebut sangat berharga bagi kami? Kita selalu dapat membangun kembali sesuatu kalau kita mau berusaha dan mendapat berkatnya. Negara jangan dirugikan, dan kita harus bersedia menjual Asset perusahaan yang dapat menghasilkan uang agar kita sama-sama meringkan Negara dan Rakyat, mengapa tidak memang prinsip saya dari dulu. Semoga pengusaha yang lain juga melakukannya. Namun demikian timing juga sangat menentukan karena jika hal ini mundur terlalu lama, semua pihak juga akan dirugikan, mulai dari karyawan, majamenen, pemegang saham, para kreditur termasuk BPPN, dan para stakeholders lainnya. Namun tentunya saya sedih bahwa yang beruntung justru orang lain dan bukan Negara. Tapi ya sudahlah ini adalah keuntungan Bhakti, apa boleh buat.

4. Selain kepada Bhakti, apakah ada rencana untuk menjualnya ke investor lain?

jawaban kami:

Kami ada 2 kandidat lain, namun berhubung kami juga merasakan keinginan utnuk menyelesaikan hal ini secepat mungkin kita menunggu sampai Bhakti mengatakan bahwa mereka akan mundur atau tidak jadi melaksanakan transaksi tersebut. Saya sangat mengharapkan Bahwa Bhakti dapat memenuhi janjinya, termasuk melobi para pemegang Bond untuk mengizinkan Datakom membeli kembali seluruh obligasinya seperti yang dijanjikannya. Dalam hal ini, Bhakti tidak menempati janjinya. Kesepakatan yang dilakukan adalah Bhakti membeli saham SCTV milik Datakom dan CB SCTV milik afiliasi Datakom (MTI) sebesar USD45 juta, "subject to" persetujuan dari para kreditur, yaitu pemegang obligasi dan BPPN mengingat kedua obyek saham SCTV dan CB SCTV dalam status jaminan. Mengenai persetujuan dari para kreditur tersebut, Bhakti telah menunjukkan itikad baiknya dengan membantu Datakom dibanyak hal, antara lain :
Telah menyelesaikan draft perjanjian-perjanjian melalui lawyer-nya sejak tanggal 12 Oktober 2000, namun sampai dengan hari ini belum kami komentari karena memang dealnya belum jelas dan Bhakti kelihatannya ingin menag sendiri karena memang berada di posisi yang kuat.
Bhakti memang, secara lisan, sepakat untuk menempatkan dana USD45 juta kedalam escrow account setiap saat.
Kami meminta kesepakatan Bhakti untuk membayar fee adviser sebesar USD450,000 dan sebagian dari lawyer's fee yang mewakili Datakom sebagai salah satu persyaratan kami.
Bhakti berjanji "melobi" seluruh Bondholder dan BPPN agar dapat memberikan persetujuan. Tentunya keberhasilannya bukan berada ditangan Bhakti karena yang berhutang bukan Bhakti tapi Bhakti berjanji untuk melakukan tugas ini dan menyelesaikannya secara Tuntas.
Bhakti mengatakan bahwa dalam hal ini banyak faktor "X" yang berperan termasuk kerja sama semua pihak "in good faith" untuk mewujudkan suatu tujuan yang sama sesuai yang dijanjikan. Kita tidak mengerti maksud dari faktor "X" tersebut.

5. Ketidak setujuan Datakom atas injeksi dana Rp 100 miliar yang menyebabkan terdilusinya saham datakom di SCTV, dikarenakan hal itu dimasukkan dalam agenda lain-lain RUPSLB (bukan agenda tersendiri). Mohon penjelasan lebih terinci tentang hal ini.

jawaban kami:

Betul sekali. Ini lah yang menjadi masalah di Indonesia. Para pemegang saham minoritas selalu menjadi bulan - bulanan pemegang saham mayoritas. Ini menjadi masalah. Pertanyaan anda memang betul, inilah yang terjadi,. Direksi tidak mengacarakan agenda tersebut.tapi dimasukkan didalam acara lain lain sehingga ini menjadi masalah. datakam dihadapkan dengan "faith a compli" didalam rapat tersebut dan dikatakan bahwa Datakom tidak berhak apa - apa karena pemegang saham minoritas. Anda kan tahu siapa pemegang saham majoritasya yang didanai oleh Bhakti? Inilah yang kita lawan. Pada masa masa sulit SCTV, kami di Datakom yang melakukan dan mengarahkan Direksi untuk effisiensi sampai menjadi Satsiun TV yang effisien dan menguntungkan. Kita putuskan untuk mengkonsolidasi semua kegiatan dibawah satu atap. Kita berikan transponder murah melalaui Cakra Warta termasuk ruangan gedung dengan harga murah (sebanyak 5 lantai lebih). Namun begitu menguntungkan maka terjadilah hal hal yang sebetulnya harusnya sudah kita antisipasi. Untung Di Indonesia ada undang undang yang melindungi pemegang saham minoritas, hanya saja hal itu tidak pernah dilaksanakan. Semoga......achirnya keadilan dan pemerataan dapat terjadi dalam skala kecil maupun besar. Semoga dalam keadaan reformasi ini ada kebenaran dan keadilan.Bhakti mengaku dalam posisi tidak tahu menahu dalam hal ini karena hubungan Bhakti bukan pada tingkatan SCTV pada saat hal tersebut diatas terjadi namun menurut hemat kami ini dalah alasan saja, karena pada waktu Bhakti memasukkan dananyna di perushaan Holding pemegang saham SCTV lainnya kan diketahui pengunaan dananya. Ditambah lagi waktu ada dispute ternyata Bhakti yang memegang peranan. Sekarang juga yang membeli bukan siapa-siapa tapi Bhakti dan bukan kelompok pemegang saham SCTV lainnya.

jawbana kami:

Demikian beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan. Mohon bantuan Bapak untuk dapat menyampaikan jawaban tersebut secepatnya.Atas perhatian Bapak, saya ucapkan terimakasih.

Terima kasih atas pertanyaan anda yang lurus lurus saja. Agar supaya jawaban kami menjadi lurus adanya akan kami sampaikan pertanyaan dan jawabannya pada media lain seperti ,Quick Channel, Radio Mandiri, Mandiri.com, Indo Observer, AStaga.com dan beberapa media lainnya, agar supaya dapat diketahui masyarakat luas dengan fakta yang seadanya. Pertanyaan dan jawaban ini akan kami sampaikan dulu pada Pihak Pak Harry agar tidak terjadi salah tafsir, dan akan kita Posting juga di Gontha.com. Semoga anda tidak keberatan. tentunya akan kami sampaikan bahwa ini adalah bersumber pada pertanyaan dari anda dan kredit kami berikan kepada anda sebagai Insan pers dari Bisnis Indonesia. Bhakti mengatakan tidak dalam posisi memberikan komentar atas hal ini, tetapi Bhakti yakin waktulah yang akan membuktikan pada akhirnya. Kamipun Yakin bahwa waktu akan menentukannya semua.

Hormat kami

Peter Gontha

Sabtu, 13 Juni 2009

cara Mengetahui SIapa Yang Punya Situs WEb, TCP /IP.

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

Bookmarks